
Setelah belasan tahun merekrut desainer, meninjau ratusan CV serta design portfolio untuk tim Product Design, salah satu masalah klasik yang saya temui adalah kurangnya kesadaran para kandidat bahwa UX Design, UI Design, dan turunannya adalah bagian dari payung besar User-Centered Design (UCD).
Pemahaman ini penting, karena walaupun sekilas mirip, UCD berbeda dari Visual Communication Design (Graphic Design) dalam hal tujuan, prioritas, dan cara kerja:
- User-Centered Design (UX/UI): Fokus pada memecahkan masalah pengguna dan memfasilitasi tercapainya tujuan di dalam produk digital, berhubungan erat dengan fungsi dan perilaku pengguna
- Graphic Design (Komunikasi Visual): Fokus pada menyampaikan pesan dan membangkitkan perasaan, lebih menekankan pada estetika dan persepsi
Keduanya memang saling tumpang tindih, tetapi biasanya melibatkan proses yang sangat berbeda. UCD menuntut keterlibatan aktif pengguna, misalnya melalui user research, prototype testing, dan validasi, sementara Graphic Design lebih banyak mengandalkan benchmarking, eksplorasi kreatif, dan pemolesan visual.
Lalu, bagaimana keduanya berkontribusi pada kesuksesan suatu produk digital? Graphic Design bantu mendorong konversi, contohnya melalui landing page yang menarik, dan user interface yang estetik. Sedangkan UCD memastikan produk lebih mudah diadopsi dan menciptakan stickiness. Dua aspek ini sama-sama penting untuk keberlangsungan dan pertumbuhan bisnis digital.
Bagaimana cara seorang Graphic Designer sukses bertransformasi menjadi UX/UI Designer?
Berdasarkan pengalaman dalam membangun dan mengelola Design team di aneka perusahaan, baik dari nol maupun mengembangkan talents yang sudah ada, ada dua cara yang terbukti ampuh. Tentunya butuh pembelajaran dan adaptasi, namun dengan sistem terstruktur dan mentoring, rata-rata berhasil menunjukkan perkembangan baik dalam rentang waktu 3-6 bulan.
Pertama, dengan mengadopsi metodologi User Centered Design semisal Six Steps Design Thinking nya Stanford Institute of Design (D.School), atau lainnya sejenis. Hal ini berguna untuk memperkaya proses kreatif seorang desainer dengan metode dan tools yang membantu pemahaman terhadap kebutuhan users dan cara memfasilitasinya.
Selanjutnya yang tak kalah penting, adalah perubahan mindset dari mysterious magician menjadi thought partners, yaitu dengan mengimbangi proses kreatifnya dari tadinya hanya inside-out, sangat didominasi pemikiran internal, ekspresi personal, dan perkembangan yang tersilo, terpisah dari team lainnya — dengan menambahkan proses outside-in, yaitu secara aktif mencari validasi dari users, serta stakeholders lainnya yang terlibat.
(byms)